Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi
kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan, paling
kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan,
yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan
agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :
Bidang ekonomi
Dalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan
merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen
(pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para
peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan
maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung
terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan
untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan
maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Sementara bagi
masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di
mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah
dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A.
Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan
menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh
Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai media
pembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk
barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan
barang dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi
dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang
bisa meningkatkan standar hidup konsumen.
Bidang Politis
Seringkali juga media assa menampilkan atau
menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh
tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa, tetapi
sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan
iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala
kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai
konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.
Bidang Kultural
Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya
dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral, tetapi juga
intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti
mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan.
Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan
secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan
cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun
masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas
masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan
dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan
menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka
butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang
secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang
malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.
Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan
kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala
bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan
juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang
tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna
dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.
Bidang Moral dan Agama
Ajaran-ajaran moral dan agama juga sering kali
disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut kepatuhan
kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan conta kasih
kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai
kesehatan dan pendidikan, dll bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arh
kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Maka sebenarnya yang perlu diusahakan bukannya
meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari iklan yang obsesi
utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat konsumtif dengan seluruh
konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita setuju dengan analisis Dr. Gregory
Baum, bahwa media massa dan iklan cendrung mengkonstruksi realitas dan bahwa
realitas tersebut umumnya bersifat konsumtif-materialistis yang sungguh-sungguh
mensugesti manusia untuk secara niscaya menanggapinya, maka bahaya pengrusakan
lingkungan karena mentalitas hidup konsumtif sungguh-sungguh serius. Sama
seperti yang ditegaskan dokumen kepausan mengenai etika dalam iklan, komitmen
untuk mencegah upaya pengrusakan lingkungan ada pada mereka yang berkehendak
baik, yang mau mengusahakan sebuah kehidupan bersama yang utuh dan integral,
baik antara manusia maupun dengan lingkungan tempat kediamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar